Seorang Istri Tidak Boleh Meminta Cerai Tanpa Alasan yang Syar'i


Hati istri mana yang sanggup bertahan saat menjumpai suaminya tidak lagi setia? Tentulah hati sang istri akan hancur. 

Air mata akan jatuh tak tertahankan, amarah bergejolak, dada terasa sesak dan bumi terasa berhenti berputar.

Tak sedikit pernikahan yang harus berakhir lantaran salah satu pasangan atau bahkan keduanya telah tega mengingkari janji setia.

Salah satu penyebab goyahnya ikrar sebuah pernikahan adalah godaan dan fitnah dunia.

Fitnah dunia memang luar biasa dahsyat. Pornografi menjamur, prostitusi seakan legal, hubungan suami istri tanpa pernikahan dianggap biasa, transgender merajalela, pelaku hubungan sejenis kini dibela seolah mereka kaum terdriskriminasi dan masih banyak lagi fitnah dunia lainnya yang dapat menggoyahkan iman seseorang.

Itulah mengapa Allahu Jalla wa 'Ala menyeru kepada hamba-Nya untuk menjaga aurat dan menundukkan pandangannya.

Allahu ta 'Ala berfirman, “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya.” (QS. An-Nuur : 30-31).

Jika sang suami tidak pandai menundukkan pandangannya, akan sangat mudah sekali tergelincir ke jurang nista. Begitu pun dengan sang istri, jika tidak pandai menghijabi diri maka tidak menutup kemungkinan akan menjadi sebesar-besarnya fitnah.

Lalu bagaimana jika sang suami terlanjur berselingkuh atau bahkan -na'udzubillahi min dzalik- bermaksiat? Jalan apa yang harus diambil oleh sang istri? Haruskah sang istri meminta cerai?

Kenyataan memang terkadang pahit, namun ketahuilah bahwa seorang istri tidak boleh meminta cerai tanpa alasan yang syar'i.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Wanita mana saja yang meminta kepada suaminya untuk dicerai tanpa kondisi mendesak, maka haram baginya bau surga(HR Abu Dawud no 1928, At-Thirmidzi dan Ibnu Maajah, dan dishahihkan oleh Syaikh Albani).

Ancamannya berat sekali bukan? Lalu bagaimana cara menyikapinya?

Jika seorang suami terlanjur maksiat, maka sebaiknya sang istri tidak terburu emosi untuk meminta cerai. 

Apalagi jika sang suami mengakui kesalahannya, meminta maaf, menyesali perbuatannya dan niat untuk bertaubat. 

Memang tidak mudah untuk bersabar, tak semudah membalikkan telapak tangan, namun keputusan yang diambil dengan emosional seringkali menyisakan penyesalan di akhir kisah.

Bersabarlah, karena sesungguhnya seruan untuk cerai adalah berasal dari syaithanirrajim. Betapa setan akan sangat bersuka cita melihat pasangan suami istri yang berhasil dicerai beraikan. 

Perceraian adalah satu-satunya perkara halal yang dibenci oleh Allah dan rasul-Nya.

Sehancur apapun hati seorang istri, ingatlah bahwa Allah tidak pernah membebani hamba-Nya sesuatu yang melebihi kemampuannya.

Bersabarlah. Nasihati sang suami dan jangan lelah untuk berdoa kepada Allah Azza wa Jalla agar memberikan hidayah kepada sang suami dan juga sang istri.

Janganlah mengadukan keburukan sang suami kepada khalayak ramai karena ini sama saja dengan mengumbar aib yang tentunya dapat merugikan semuanya. 

Jikalau memang permasalahan yang dihadapi cukup berat, maka boleh berbicara dengan orang tua atau kerabat yang disegani untuk sekedar meminta nasihat.

Kesabaran seorang istri diatas pengkhianatan memang terdengar seperti cerita dongeng atau kisah drama yang mustahil. 

Namun, bukan berarti kesabaran itu tidak nyata jika kita meminta pertolongan pada Allah Azza wa Jalla. Dan kesabaran itu in syaa Allah tidak akan sia-sia. 

Ingatlah janji Allah yang artinya,
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar 39:10).

Banyak-banyaklah istighfar.

Perbanyak dzikir. Dekatkan diri pada Allah ‘Azza wa Jalla. Baik suami maupun istri hendaknya saling muhasabah dan bersama-sama memperbaiki diri. Dan sekali lagi, bersabarlah. 

Luka hati karena pengkhianatan memang terasa sangat menyakitkan. Namun jangan lupakan tujuan akhir dari hidup kita.

Kita diciptakan untuk beribadah pada Allah, dan pernikahan adalah salah satu penyempurna ibadah kita. Ingatlah bahwa dunia ini hanya sementara. 

Hidup ini penuh dengan ujian dan tidaklah seorang hamba Allah dinyatakan beriman tanpa diuji terlebih dahulu.

Ingatlah bahwa semua kenikmatan dan derita di dunia akan berakhir. Kebahagiaan abadi dan siksa abadi menanti di kampung akhirat.

Manakah yang hendak kita tuju?

Jika kita mudah menyerah dan berputus asa, maka derita di dunia akan berbuah derita di akhirat.

Namun jika kita bersabar dan tawakal pada Allah ta'ala, maka in syaa Allah kita akan memperoleh nikmat surgaNya.

Jadikan semua pengorbanan dan kesabaran ini menjadi tapak titian untuk meraih ridha Allahu ta'ala dan mengharap Jannah-Nya. 

Jangan menyesali apa yang sudah terjadi karena berandai-andai dapat menyebabkan celah bagi tipu daya syaithanirrajim. 

Katakanlah “Qadarullahu wa maa syaa-a fa'ala”. Semua yang terjadi adalah kehendak Allah dan apa yang dikehendaki oleh Allah pasti terjadi. 

Jangan berputus asa. Setiap tetes air mata yang jatuh akan diperhitungkan, setiap luka yang tergores akan disembuhkan dan luasnya kesabaran akan dijadikan untuknya pahala tanpa batas. 

Insyaa Allah bukan tidak mungkin jika kesabaran itu akan menyelamatkan pernikahan yang sudah di ujung tanduk. 

Bukan tidak mungkin kesabaran itu akan membuat cinta sang suami akan bersemi lagi. 

Bukan tidak mungkin indahnya akhlak sang istri di tengah derita akan membuat sang suami memperbaiki diri dan membuatnya makin menyayangi istrinya.

Namun tatkala sang istri sudah berusaha sekuat tenaga untuk bersabar dan menasihati, dan sayangnya sang suami memang tidak bisa dinasihati, tidak mau bertaubat, terus menerus bermaksiat dan ingkar pada Allah Azza wa Jalla, maka apa boleh buat, sang istri diperbolehkan meminta khulu' (pisah) karena akhlak buruk sang suami dikhawatirkan akan mempengaruhi akhlak sang istri. 

Maka demikianlah, jika memang harus bercerai, maka sebaiknya ada alasan syar'i yang kuat dibaliknya.

Cintailah seseorang karena Allah dan jika memang harus benci maka bencilah karena Allahu ta'ala.

Keburukan datangnya dari syaithanirrajiim, kesalahan datangnya dari kebodohan dan ketidaktahuan saya, sedangkan Allah dan rasulNya terbebas dari semua itu.

Tidak ada yang sempurna di dunia ini karena kesempurnaan hanyalah milik Allah Jalla Jalaluhu. Berilmu sebelum beramal. Beribadahlah karena Allah. Jangan karena makhluk, apalagi karena saya, kamu atau dia.

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawaab.

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel